Contoh Cerpen Sampah Arti Unsur dan Alur

Pada kesempatan ini cirikhas akan membahas mengenai cerpen termasuk arti contoh unsur dan nilai-nilai yang terkandung didalam cerpen tersebut.

Cerpen (cerita pendek) adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Sebuah cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa, dan pengalaman. Tokoh dalam cerpen tidak mengalami perubahan nasib.

Unsur-unsur Ekstrinsik Cerpen

Unsur ekstrinsik cerpen merupakan unsur – unsur pembentuk yang berada pada luar cerpen . Unsur ekstrinsik cerpen tidak bisa lepas dari kondisi masyarakat saat cerpen tersebut dibuat. Unsur ekstrinsik ini sangatlah berpengaruh terhadap penyajian nilai serta latar belakang dari cerpen itu sendiri. Dibawah ini akan dijelaskan unsur – unsur ekstrinsik cerpen lengkap sebagai bahan tambahan pengetahuan kita.

Unsur ekstrinsik Cerpen adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi:
1. Latar belakang masyarakat
2. Latar belakang kehidupan pengarang
3. Nilai-nilai dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi)

Nilai-nilai dalam cerpen (agama, budaya, politik, ekonomi)

Nilai yang terkandung adalah salah satu unsur penting di dalam sebuah karya sastra. Nilai – nilai tersebutlah yang akan diambil oleh pembaca sebagai rangkuman isi dari karya penulis.

1. Nilai Agama
Nilai agama yaitu nilai-nilai dalam cerita yang sangat berkaitan dengan ajaran yang berasal dari agama.

2. Nilai Moral
Nilai moral merupakan nilai-nilai dalam cerita yang sangat berkaitan dengan akhlak atau etika. Nilai moral dalam sebuah cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa juga nilai moral yang buruk/jelek.

3. Nilai Budaya
Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan/tradisi/adat-istiadat yang berlaku pada suatu medan/daerah.

Alur cerpen

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.(Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra.)

Tahapan alut atau plot terbagi menjadi lima bagian yaitu :

• Tahap penyituasian (situation)
• Tahap pemunculan konflik (Generating Circumstances)
• Tahap Peningkatan konflik (rising action)
• Tahap Klimaks
• Tahap Penyelesaian (denoument)

Contoh Cerpen Mengenai sampah

Dulu Sampah, Sekarang Berkah

“…mungkin ini tedengar remeh di telinga kalian, namun hal yang kalian anggap remeh ini dapat sangat membantu teman kalian..”

Riuh suara para siswa memenuhi ruang kelas yang panas dan sumpek itu, belum lagi ditambahnya debu-debu bekas konstruksi sekolah mereka yang memenuhi ruang kelas. Semuanya sibuk membawa alat-alat kebersihan untuk membersihkan ruangan kelas mereka. Ada yang benar-benar bekerja dan ada juga yang berlarian kesana kemari dengan membawa peralatan bersih-bersih dan memainkannya bak stik golf. Ada juga yang berada di pojokan dan temu kangen sambil bergosip.

“Rima! Ini belum bersih lho! Masa gitu aja nyapunya gak bener sih?” Ujar Ara kepada Rima. Ara dengan jahil menginjak sapu yang sedang digunakan Rima untuk mendapatkan perhatiannya. “Sabar dong Ra! Ini kan lagi aku bersihin! Daripada kamu ganggu aku mending kamu ambil tuh sapu dipojokan terus bantuin aku nyapu disini!” ujar Rima. “Ih, ogah ah! Mendingan aku ikut Sherin sama yang lainnya ngegosipin Reka yang baru dapet pacar. Nyapu yang bersih ya Rim!” Ara langsung bergegas ke pojokan dan bergabung dengan Sherin untuk ikut bergosip.

Ketika Ara, Sherin serta yang lainnya sedang asik bergosip tentang pacar baru Reka, Reka memasuki ruang kelas. “Shhh..!” Sherin memberi tanda kepada teman temannya untuk diam sambil menaruh jari telunjuknya di depan bibir mungilnya. Ara dengan jahil memanggil Reka, “Reka, sini bentar dong!” ujarnya sambil melambaikan tangannya. Reka dengan sedikit bingung menghampiri mereka. “Kenapa?” ujar Reka sambil memegang belakang tengkuk lehernya. “PJ dong!” ujar Ara dengan suara yang nyaring. “PJ?” Tanya Reka dengan bingung. “Iya! Pajak Jadian! Kan kamu baru jadian sama Dewi anak kelas sebelah!” Reka hanya tersenyum menanggapi godaan Ara.

Belum selesai gossip yang mereka diskusikan, salah seorang guru memasuki ruangan kelas mereka. “Nak, ini bel sekolah sudah berbunyi dari tadi lho! Kelas kalian juga sudah bersih, ayo cepat pulang! Nanti orang tua kalian khawatir anaknya tidak pulang-pulang!” Ujar bapak Mur kepada mereka. Dengan hati yang berat dan malas, akhirnya mereka saling berpamitan dan pulang ke rumahnya masing-masing.

Keesokan harinya mereka kembali bersekolah seperti biasa. Namun, ada kejadian yang membuat mereka sangat terkejut. Bima, ketua kelas mereka, pagi ini berdiri di depan kelas sambil mengumumkan kabar yang kurang mengenakkan. “Teman-teman, jadi begini ya, hari ini aku mau ngumumin bahwa teman kita, Reka kemarin terkena musibah. Rumahnya kebakaran. Sekarang dia lagi kesusahan, dan sudah kewajiban kita sebagai teman untuk membantunya. Jadi, aku mohon kita semua bisa bekerja sama buat meringankan beban Reka dengan ngumpulin dana sukarela.”

Luki, yang dikenal memiliki mulut yang pedas, nyeletuk ketika Bima membahas tentang dana sukarela. “Aduh, kere deh aku! Belum bayar SPP bulan ini, belum bayar bazzar sekolah, belum lagi bayar uang kas, eh, udah ada lagi tagihan baru. Pusing aku.” Luki menepuk jidadnya dan berlagak pusing. Tina yang duduk di belakang Luki ikut-ikutan pusing bersama Luki “Bener sih Luk, banyak tagihan, tapi yang kere itu sebenernya orang tua kita juga kali. Bukan kitanya. Kita mah enak tinggal minta duit, tapi orang tua kita kan mesti kerja buat dapetin duit” Ujar Tina membenarkan pandangan Luki.

Bima yang sedari tadi, secara diam-diam memperhatikan percakapan Luki dan Tina pun merasa sedikit terketuk hatinya ketika mengingat pengeluaran yang harus dikeluarkannya. Bukan karena apa, Bima adalah siswa yang mendapatkan beasiswa di sekolahnya. Walaupun biaya sekolahnya ditanggung oleh sekolahnya tetap saja biaya diluar itu harus ditanggung dirinya sendiri. Bima semakin sedih ketika mengingat ibunya yang harus bersusah payah bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan ibunya sendiri.

Ketika keadaan kelas menjadi ribut, Bima kembali ke tempat duduknya dan berpikir sejenak. Bima melihat kebawah kakinya, ada sesuatu yang menyangkut di sol sepatunya. Ia mencabutnya dan membaca tulisan yang ada di kertas yang kusam serta lecak itu “Bank Sampah”  itulah tulisan yang tertulis di kertas yang berbentuk seperti brosur itu. Bima masih belum memahami apa arti kata “Bank Sampah” itu, maka ia bertanya kepada Ara yang duduk disebelahnya.

“Ara, apa sih bank sampah itu?” Tanya Bima penasaran. Ara menaikkan kaca matanya dan menarik napasnya. “Jadi gini lho Bim..” Ara memasang ancang-ancang untuk menjelaskan tentang Bank Sampah. “Bank Sampah itu, tempat dimana kita bisa menukarkan sampah kita menjadi uang Bim. Sudah banyak kok kota-kota di Indonesia yang membangun Bank-Bank Sampah, dan banyak pula yang berhasil. Contohnya itu sekolah yang baru-baru ini mengunjungi sekolah kita, SMAN 7 Manado. Jadi, mereka itu punya system di sekolah mereka yang membuat mereka dapat menukarkan sampah plastik dengan uang. Sebenarnya bukan langsung ditukar sih Bim, sama seperti bank yang lainnya, uang mereka nantinya akan berada di sebuah rekening, yang didasarkan pada jumlah-jumlah sampah yang mereka berikan masing-masing. Jadi, intinya bank sampah itu, tak jauh beda dari bank-bank lainnya, untuk menabung dan menghasilkan uang.”

“Ohhh, jadi begitu toh Ra. Aku mengerti sekarang.” Bima mengangguk-nganggukkan kepalanya. Bima kembali maju ke depan kelas. “Teman-teman setelah mempertimbangkan pengeluaran kita bulan ini, aku batalkan pengumpulan uang sukarela Reka.” Semua anak-anak kaget mendengar pernyataan Bima. “Terus Reka bagaimana dong? Kasihan dia, baru saja kemarennya dapet pacar, eh, malah kena musibah.” Ujar Sherin. “Tenang saja, kita masih bisa kok membantu Reka, cuma caranya saja yang berbeda. Cukup beri aku sampah plastic sebanyak-banyaknya, maka kita bisa membantu Reka.”ujar Bima dengan penuh percaya diri.

Semua teman-teman Bima bingung medengar perkataan Bima. Rima pun mengangkat tangannya untuk bertanya. “Tapi Bim, apa yang bisa kita lakukan dengan sampah-sampah plastic itu untuk Reka?” pertanyaan Rima dibarengin oleh anggukan-anggukan kepala teman-temannya yang lain. “Jadi, aku ingin mengenalkan kepada kalian yang namanya Bank Sampah. Apakah ada yang pernah dengar tentang Bank Sampah sebelumnya?” Tanya Bima kepada teman-temannya. Semuanya terlihat bingung dan mengeleng-gelengkan kepala mereka. “Walaupun aku juga baru tahu tadi, mungkin Ara bisa memberikan penjelasan lebih baik kepada kalian mengenai Bank Sampah ini kepada kalian.”

Ara pun maju ke depan kelas dan kembali menjelaskan apa itu Bank Sampah dan keuntungan dari Bank Sampah. “Wah! Aku mengerti sekarang Bim! Kamu memang jenius!” ujar Yudha yang baru saja terbangun dari tidurnya. Namun ada juga yang sedikit sinis menanggapi ide Bima. “Ih, tapi apa kamu gak jijik mungutin sampah? Kita mulung gitu? Gak punya kerjaan banget sih.” Ujar Reina dengan ekspresi jijik. “Memang sih ini menjijikan, tapi coba tempatkan diri kalian sebagai Reka. Bagaimana susahnya ia. Bagaimana ia memerlukan bantuan, kita mesti sedikit peka terhadap keadaannya sekarang. Mungkin ini tedengar remeh di telinga kalian, namun hal yang kalian anggap remeh ini dapat sangat membantu teman kalian.” Ujar Bima dengan bijak.

Teman-teman sekelas Bima, mulai merasa setuju dengan usulan Bima dan mulai membicarakan sampah apa saja yang akan mereka berikan. “Nah, jadi teman-teman apakah kalian setuju sama ideku?” Tanya Bima dengan semangat. “Tentu dong Bim! Gak nyangka ya, ternyata sampah bisa jadi berarti dan berguna juga dalam kesusahan. Iya nggak teman-teman?” ujar Luki sambil tersenyum. “Iya!” ujar teman-teman mereka yang lain secara serempak.

Keesokan harinya, Bima dan teman-temannya dipenuhi dengan sampah plastik. Mereka membawa banyak sekali sampah plastik untuk ditukarkan dengan uang dan diberikan kepada Reka. Ada yang membawa 2 karung sampah bahkan ada yang membawa 5 karung. Selesai pelajaran, Bima dan teman-temannya segera bergegas ke Bank Sampah yang berada tidak jauh dari sekolah mereka, mereka segera menukarkan sampah-sampah plastik yang mereka bawa dengan uang.

Bima mengumpulkan uang hasil penukaran sampah mereka. “Teman-teman, sampah kita bernilai Rp 1.000.000!” Ujar Bima dengan girang kepada teman-temannya. “Wah, banyak juga ya Bim. Kalau begini terus, bisa-bisa aku kaya gara-gara sampah nih!” ujar Yudha. “Bisa saja kamu Yudh” kata Bima sambil tertawa geli. “Kalau begitu, uang ini kita langsung berikan saja kepada Reka saja sekarang!” Usul Rima. “Baiklah, ayo kita berangkat!” Bima memimpin teman-temannya memasuki gang sempit.

Gang itu penuh dengan riuh keceriaan mereka. Apa yang dikatakan orang tua ada juga benarnya ,terkadang musibah itu dapat membuat kita menjadi satu. Bima dan teman-temannya, sampai di depan rumah Paman Reka. Bima yang kebetulan melihat Reka segera memanggilnya dan menyerahkan sumbangan yang mereka dapatkan kepada Reka.

“Teman-teman, terima kasih sekali ya. Ternyata kalian sangat peduli kepadaku, aku merasa sangat bersyukur memiliki teman-teman seperti kalian. Terima kasih ya sekali lagi.” Ujar Reka sambil menahan air mata yang menggenangi bola matanya. “Itulah gunanya teman!” kata Bima kepada Reka. Reka yang kehabisan kata-kata, hanya dapat memeluk Bima dan merasa bersyukur memiliki teman-teman seperti mereka.

Di hari itu, Bima dan teman-temannya pulang dengan hati yang ringan dan bahagia. Mereka mendapatkan pelajaran yang sangat berarti untuk saling menghargai dan saling peduli satu sama lainnya. Mereka juga belajar, bahwa sampah yang dulunya sangat tidak berarti ternyata dapat menjadi bantuan yang berarti bagi mereka.

You May Also Like

Leave a Reply